Rabu, 24 Maret 2010

FILM

Film (cara pengucapan: [Filêm] atau Félêm) adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie (semula pelesetan untuk 'berpindah gambar'). Film, secara kolektif, sering disebut 'sinema'. Gambar-hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan, dan juga bisnis.

Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera, dan/atau oleh animasi.
* Film horor
* Film porno
* Film Asean
o Film Brunei
o Film Indonesia
o Film Malaysia
o Film Singapura
o Film Thailand
o Film Vietnam
* Film Afrika
o Film Mesir
o Film Maroko
* Film Amerika
* Film Amerika Latin
* Film Asia Selatan
o Film India
o Film Pakistan
* Film Asia Timur
o Film Tiongkok
+ Film Hongkong
+ Film Taiwan
o Film Jepang
o Film Korea
o Film Tibet
* Film Eropa
o Film Eropa Barat
o Film Eropa Timur
* Film Iran
Film horor adalah film yang berusaha untuk memancing emosi berupa ketakutan dan rasa ngeri dari penontonnya. Alur cerita mereka sering melibatkan tema-tema kematian, supranatural, atau penyakit mental. Banyak cerita film horor yang berpusat pada sebuah tokoh antagonis tertentu yang jahat.
Latar belakang
Sebelum Perang Dunia II, film horor sebagian besar dibuat berdasarkan dari karya-karya sastra klasik bertema gotik / horor dari negara-negara Barat, seperti Drakula (1931), Frankenstein (1931), The Phantom of the Opera (1925), dan Dr Jekyll and Mr. Hyde (1941).

Dalam dunia perfilman yang lebih baru, film horor sering menarik inspirasi dari kegelisahan hidup yang timbul setelah Perang Dunia II, sehingga terciptalah tiga sub-ragam yang berbeda namun saling berhubungan di Amerika Serikat dimana industri film horor berkembang sangat pesat. Ketiga sub-ragam tersebut adalah: horor-kepribadian seperti film Psycho (1960), horor-kiamat seperti film Invasion of The Body Snatchers (1956), dan horor-setan seperti film The Exorcist (1973). Dari sudut pandang industri film horor Amerika, sub-ragam yang terakhir dapat dilihat sebagai transisi modern dari film horor lama, dimana penekanan pada agen-agen supranatural yang membawa kengerian bagi dunia semakin diutamakan. [1]

Film horor umumnya telah diasosiasikan dengan kekerasan, anggaran yang rendah (B film), dan eksploitasi. Namun nyatanya banyak sutradara film dari Amerika yang terkenal dan dihormati seperti Alfred Hitchcock, Roman Polanski, Stanley Kubrick, John Carpenter, William Friedkin, Richard Donner, dan Francis Ford Coppola telah menggarap setidaknya satu judul film dalam ragam yang unik ini. Para kritikus film horor kebanyakan menganalisa film ragam ini dari sudut pandang teori ragam dan teori auteur.

Beberapa film horor memasukkan unsur-unsur ragam lain seperti fiksi ilmiah, fantasi, mockumentary, komedi hitam, dan cerita getaran, yang menciptakan sebuah perpaduan atau sub-ragam yang baru
Sejarah film horor
1890-an - 1920-an

Penggambaran pertama kejadian-kejadian gaib dan supranatural muncul di beberapa film pendek bisu yang dibuat oleh pionir film seperti Georges Méliès (sineas asal Prancis) pada akhir 1890-an, dimana filmnya yang paling menonjol adalah Le Manoir du diable (BI: "Rumah Iblis") (1896) yang kadang-kadang disebut sebagai film horor pertama. [2] Proyek horornya yang lain adalah La Caverne maudite (alias "Gua Setan", BI: "Gua Terkutuk") (1898). [2] Jepang mengawali film ragam horornya dengan Bake Jizo dan Shinin no Sosei , keduanya dibuat tahun 1898. [3] Pada 1910, Edison Studio (sebuah perusahaan film Amerika Serikat) memproduksi versi film pertama Frankenstein, film tersebut sempat hilang selama bertahun-tahun, namun kolektor film bernama Felix Alois Dettlaff Sr menemukan sebuah salinan dan merilisnya pada tahun 1993. [4]

Awal abad ke-20 membawa banyak titik kemajuan dalam ragam horor, termasuk di sini adalah pertama kalinya sebuah sosok monster tampil di film-panjang horor, yaitu Quasimodo, si bungkuk dari Notre-Dame yang telah muncul di novel karya Victor Hugo, "Notre-Dame de Paris" (diterbitkan 1831). Film yang menampilkan Quasimodo antara lain film-film dari sineas Prancis Alice Guy seperti Esmeralda (1906), The Hunchback (1909), The Love of a Hunchback (1910) dan Notre-Dame de Paris (1911). [5]

'Film horor' sebagai fitur film pada awalnya banyak diciptakan oleh sineas Jerman di tahun 1910-an dan 1920-an, dalam era film Ekspresionis Jerman. Banyak dari film-film tersebut secara signifikan mempengaruhi film-film Hollywood di kemudian hari, film besutan Paul Wegener berjudul The Golem (1915) adalah salah satunya. Pada tahun 1920, Robert Wiene menyutradarai The Cabinet of Dr Caligari, dengan gaya ekspresionisnya. Gaya ekspresionis tersebut akan mempengaruhi banyak sineas, seperti Orson Welles sampai Tim Burton (dari Amerika Serikat), dan banyak lagi selama beberapa dekade. Era ekspresionis ini juga telah menghasilkan film fitur bertema vampir yang pertama, yaitu film Nosferatu karya FW Murnau tahun 1922, sebuah adaptasi yang tidak sah dari novel Dracula karya Bram Stoker.[6]

Perkembangan film horor diikuti di film drama Hollywood awal yang bereksperimen dengan tema horor, termasuk film versi Hollywood dari The Hunchback of Notre Dame (1923) dan film The Monster (1925), di mana keduanya dibintangi oleh Lon Chaney, Sr yang dikenal sebagai aktor film horor pertama di Amerika Serikat. Perannya yang paling terkenal adalah sebagai Phantom dalam film The Phantom of the Opera (1925).[7] Perkembangan selanjutnya diikuti oleh film-film horor dari perusahaan film Universal, yang kemudian mengikuti rilisnya film tersebut dengan film-film horor terkenal seperti Dracula (1931), Frankenstein (1931), The Mummy (1932), Bride of Frankenstein (1935), Werewolf of London (1935), Son of Frankenstein (1939), The Invisible Man (1933), The Wolf Man (1941), dan Creature from the Black Lagoon (1954). Dengan serombongan tokoh monsternya yang ikonik, perusahaan Universal akan menciptakan kesan mendalam di generasi penggemar film di seluruh dunia.
FILM INDONESIA
Perfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi raja di negara sendiri pada tahun 1980-an, ketika film Indonesia merajai bioskop-bioskop lokal. Film-film yang terkenal pada saat itu antara lain, Catatan si Boy, Blok M dan masih banyak film lain. Bintang-bintang muda yang terkenal pada saat itu antara lain Onky Alexander, Meriam Bellina, Nike Ardilla, Paramitha Rusady.

Pada tahun-tahun itu acara Festival Film Indonesia masih diadakan tiap tahun untuk memberikan penghargaan kepada insan film Indonesia pada saat itu. Tetapi karena satu dan lain hal perfilman Indonesia semakin jeblok pada tahun 90-an yang membuat hampir semua film Indonesia berkutat dalam tema-tema yang khusus orang dewasa. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di negara sendiri. Film-film dari Hollywood dan Hong Kong telah merebut posisi tersebut.

Hal tersebut berlangsung sampai pada awal abad baru, muncul film Petualangan Sherina yang diperankan oleh Sherina Munaf, penyanyi cilik penuh bakat Indonesia. Film ini sebenarnya adalah film musikal yang diperuntukkan kepada anak-anak. Riri Riza dan Mira Lesmana yang berada di belakang layar berhasil membuat film ini menjadi tonggak kebangkitan kembali perfilman Indonesia. Antrian panjang di bioskop selama sebulan lebih menandakan kesuksesan film secara komersil.

Setelah itu muncul film film lain yang lain dengan segmen yang berbeda-beda yang juga sukses secara komersil, misalnya film Jelangkung yang merupakan tonggak tren film horor remaja yang juga bertengger di bioskop di Indonesia untuk waktu yang cukup lama. Selain itu masih ada film Ada Apa dengan Cinta? yang mengorbitkan sosok Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra ke kancah perfilman yang merupakan film romance remaja. Sejak saat itu berbagai film dengan tema serupa yang dengan film Sherina (film oleh Joshua, Tina Toon), yang mirip dengan Jelangkung (Di Sini Ada Setan, Tusuk Jelangkung), dan juga romance remaja seperti Biarkan Bintang Menari, Eiffel I'm in Love. Ada juga beberapa film dengan tema yang agak berbeda seperti Arisan! oleh Nia Dinata.

Selain film-film komersil itu juga ada banyak film film nonkomersil yang berhasil memenangkan penghargaan di mana-mana yang berjudul Pasir Berbisik yang menampilkan Dian Sastrowardoyo dengan Christine Hakim dan Didi Petet. Selain dari itu ada juga film yang dimainkan oleh Christine Hakim seperti Daun di Atas Bantal yang menceritakan tentang kehidupan anak jalanan. Tersebut juga film-film Garin Nugroho yang lainnya, seperti Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, juga ada film Marsinah yang penuh kontroversi karena diangkat dari kisah nyata. Selain itu juga ada film film seperti Beth, Novel tanpa huruf R, Kwaliteit 2 yang turut serta meramaikan kembali kebangkitan film Indonesia. Festival Film Indonesia juga kembali diadakan pada tahun 2004 setelah vakum selama 12 tahun.

Saat ini dapat dikatakan dunia perfilman Indonesia tengah menggeliat bangun. Masyarakat Indonesia mulai mengganggap film Indonesia sebagai sebuah pilihan di samping film-film Hollywood. Walaupun variasi genre filmnya masih sangat terbatas, tetapi arah menuju ke sana telah terlihat.
Sejarah
Film pertama yang dibuat pertama kalinya di Indonesia adalah film bisu tahun 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp. Film ini dibuat dengan aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic, Bandung. Setelah itu, lebih dari 2.200 film diproduksi.

Film Indonesia Terbaik
Sudah sejak lama ada beberapa pihak baik itu institusi, media ataupun perorangan yang berusaha menggolongkan film-film Indonesia sepanjang masa yang layak menjadi film yang terbaik berdasarkan kategori-kategori tertentu. Salah satunya adalah tabloid Bintang Indonesia yang pada akhir tahun 2007 berusaha memilah film-film apa saja yang dapat dikategorikan sebagai film Indonesia terbaik. Dari 160 film yang masuk dipilihlah 25 film yang dapat dikategorikan sebagai film-film Indonesia terbaik sepanjang masa. Film-film tersebut dipilih oleh 20 pengamat dan wartawan film yakni: Yan Widjaya (wartawan film senior), Ilham Bintang (wartawan film senior), Ipik Tanojo (Bali Post), Eric Sasono (pengamat film), Arya Gunawan (pengamat film), Noorca M. Massardi (wartawan film senior), Yudhistira Massardi (Gatra), Leila S. Chudori (Tempo), Frans Sartono (Kompas), Yusuf Assidiq (Republika), Aa Sudirman (Suara Pembaruan), Taufiqurrahman (The Jakarta Post), Eri Anugerah (Media Indonesia), Sandra Kartika (Wakil Pemimpin Redaksi Tabloid Teen), Telni Rusmitantri (Cek n Ricek), Ekky Imanjaya (situs Layarperak.com), Wenang Prakasa (Movie Monthly), Orlando Jafet (Cinemags), Poernomo Gontha Ridho (Koran Tempo), dan Ekal Prasetya (Seputar Indonesia)[1]. Ke-25 Film tersebut adalah:

1. Tjoet Nja’ Dhien (1986)
2. Naga Bonar (1986)
3. Ada Apa dengan Cinta? (2001)
4. Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1985)
5. Badai Pasti Berlalu (1977)
6. Arisan! (2003)
7. November 1828 (1978)
8. Gie (2005)
9. Taksi (1990)
10. Ibunda (1986)
11. Tiga Dara (1956)
12. Si Doel Anak Betawi (1973)
13. (Cintaku di) Kampus Biru (1976)
14. Doea Tanda Mata (1984)
15. Si Doel Anak Modern (1976)
16. Petualangan Sherina (1999)
17. Daun di Atas Bantal (1997)
18. Pacar Ketinggalan Kereta (1988)
19. Cinta Pertama (1973)
20. Si Mamad (1973)
21. Pengantin Remaja (1971)
22. Cintaku di Rumah Susun (1987)
23. Gita Cinta dari SMA (1979)
24. Eliana, Eliana (2002)
25. Inem Pelayan Sexy (1977)
Film Indonesia dengan terbanyak ditonton keseluruhan
1. Laskar Pelangi(2008) (4,6 Juta)
2. Ayat-ayat Cinta(2007) (3,6 Juta)
3. Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2(2009) (3,1 juta)
4. Eiffel I'm in Love(2005) (3 Juta)
5. Ada Apa dengan Cinta?(2002) (2,6 Juta)
6. Sang Pemimpi(2010) (1,9 Juta)
7. Garuda di Dadaku(2009) (1,2 Juta)
8. Petualangan Sherina (1,2 Juta)
9. Quickie Express (1 Juta)
10. Tali Pocong Perawan (1 Juta)

Jumlah penonton ini tidak bisa diketahui dengan pasti mengingat produser film dan pihak eksebitor (bioskop) tidak mau mengungkapkan jumlah penonton sesungguhnya. Pihak bioskop melakukan pencatatan dan melaporkannya kepada produser film, tetapi mereka tak mau memberitahukannya kepada publik dengan alasan bahwa pengungkapan angka tersebut sepenuhnya adalah hak produser. Sedangkan produser cenderung untuk membesar-besarkan jumlah penonton mereka jika ditanya oleh media. Dicurigai, mereka menyembunyikan jumlah sesungguhnya dalam laporan mereka ke Dinas Pajak. Dengan demikian, pencatatan jumlah penonton film menjadi sesuatu yang sulit untuk dilakukan dengan sempurna.

Film porno adalah film yang dikategorikan mengandung unsur yang mengeksploitasi hubungan seksual dan aurat manusia. Film porno bisa jadi adalah sesuatu yang tabu untuk diperbincangkan terutama di dunia timur.

Permulaan fim-film porno
Menurut buku Patrick Robertson (Film Facts), "film porno yang paling awal, yang dapat diketahui tanggal pembuatannya adalah A L'Ecu d'Or ou la bonne auberge", yang dibuat di Prancis pada tahun 1908. Jalan ceritanya menggambarkan seorang tentara yang kelelahan yang menjalin hubungan dengan seorang perempuan pelayan di sebuah penginapan. El Satario dari Argentina mungkin malah lebih tua lagi. Film ini kemungkinan dibuat antara 1907 dan 1912. Robertson mencatat bahwa "film-film porno tertua yang masih ada tersimpan dalam Kinsey Collection di Amerika. Sebuah film menunjukkan bagaimana konvensi-konvensi porno mula-mula ditetapkan. Film Jerman Am Abend (sekitar 1910) adalah, demikian tulis Robertson, "sebuah film pendek sepuluh menit yang dimulai dengan seorang perempuan yang memuaskan dirinya sendiri di kamarnya dan kemudian beralih dengan menampilkan dirinya sedang berhubungan seks dengan seorang laki-laki, melakukan fellatio dan penetrasi anal." (Robertson, hlm. 66)

Banyak film porno seperti itu yang dibuat dalam dasawarsa-dasawarsa berikutnya, namun karena sifat pembuatannya dan distribusinya yang biasanya sembunyi-sembunyi, keterangan dari film-film seperti itu seringkali sulit diperoleh. Mona (juga dikenal sebagai Mona the Virgin Nymph), sebuah film 59-menit 1970 umumnya diakui sebagai film porno pertama yang eksplisit dan mempunyai plot, yang diedarkan di bioskop-bioskop di AS. Film ini dibintangi oleh Bill Osco dan Howard Ziehm, yang kemudian membuat film porno berat (atau ringan, tergantung versi yang diedarkan), dengan anggaran yang relatif tinggi, yaitu film Flesh Gordon.

Film tahun 1971, The Boys in the Sand dapat disebutkan sebagai yang "pertama" dalam sejumlah hal yang menyangkut pornografi. Film ini umumnya dianggap sebagai film pertama yang menggambarkan adegan porno homoseksual. Film ini juga merupakan film porno pertama yang mencantumkan nama-nama pemain dan krunya di layar (meskipun umumnya menggunakan nama samaran). Ini juga film porno pertama yang membuat parodi terhadap judul film biasa (judul film ini The Boys in the Band). Dan ini adalah film porno kelas X pertama yang dibuat tinjauannya oleh New York Times.

Deep Throat adalah sebuah film porno dari Amerika Serikat yang diterbitkan pada 1972, ditulis dan disutradarai oleh Gerard Damiano dan dibintangi Linda Lovelace (nama samaran Linda Susan Boreman). Singkat Cerita Deep Throat dimulai ketika seorang wanita yang merasa frustasi secara seksual (Linda Lovelace) meminta saran pada temannya Helen (Dolly Sharp); setelah sebuah pesta seks tidak menolong, Helen menganjurkan Linda untuk pergi ke seorang dokter (Harry Reems). Dokter ini berkata bahwa klitoris Linda berada di tenggorokannya. Di berbagai tempat di AS, film ini dituduh menyebarkan pornografi. Aktor Harry Reems dinyatakan bersalah dalam menyebarkan materi tidak senonoh ke luar batas negara bagian.

Sejak permulaan sejarah film, banyak orang telah tampil dalam berbagai film porno di Eropa dan Asia. Film-film porno awal dari tahun 1900-an ini biasanya diputar dengan tangan, dan para pemerannya biasanya tidak ingin dikenal karena tekanan sosial. Bintang porno pertama dari AS yang memiliki nama panggung adalah Linda Lovelace, terkenal karena filmnya dari tahun 1972 Deep Throat. Film ini menghasilkan ratusan juta dolar di seluruh dunia, dan memulai industri film porno dengan aktris-aktris seperti Marilyn Chambers (Behind the Green Door), Gloria Leonard (The Opening of Misty Beethoven), Georgina Spelvin (The Devil in Miss Jones), dan Bambi Woods (Debbie Does Dallas).

Perkembangan film porno
Pertengahan sampai akhir tahun 1980-an disebut "The Golden Age of Porn", ketika banyak aktor dan aktris porno seperti John Holmes, Ginger Lynn Allen, Traci Lords, Veronica Hart, Nina Hartley, Seka, dan Amber Lynn mulai terkenal. Dengan mulainya zaman DVD di akhir 1990-an, muncul nama-nama seperti Jenna Jameson, Juli Ashton, Ashlyn Gere, Asia Carrera, Tera Patrick, Briana Banks, Stacy Valentine, Jill Kelly, dan Silvia Saint.

Popularitas aksi film porno
Anal ke oral atau lebih populer di dalam dunia pornografi dengan istilah ass to mouth adalah tindakan mencabut penis atau benda lain dari anus dan memasukkannya ke mulut. Juga dikenal dengan singkatan A2M, ATM, atau Arse-to-Mouth. Penis biasanya tidak dibersihkan dulu sebelum dimasukkan ke mulut. Ass to mouth menjadi terkenal pada sekitar tahun 2003 dan 2004 oleh Max Hardcore dalam seri filmnya "Cherry Poppers", dan dilakukan oleh Taylor Hayes, Alisha Klass, dan Samantha Stylle dalam film-film Seymore Butts. Diedarkannya film berjudul "Ass to Mouth" oleh Heatwave/Horizon pada 2000 mulai membuat hal ini terkenal dalam dunia pornografi. Heatwave/Horizon kemudian juga mengedarkan seri "A.T.M. Girls" di tahun yang sama. Pada tahun 2003 dan 2004 A2M mencapai puncak ketenaran dengan beberapa seri seperti "A2M" (2003, Anabolic) dan "ATM Machine" (2003, Digital Sin). Python juga mengeluarkan film lain berjudul "Ass to Mouth" pada 2003, dibintangi bintang film porno amatir Pat Mixdorf. Menjelang 2005, ketenaran A2M mulai memudar dengan Heatwave/Horizon menghentikan seri "Ass to Mouth" pada 2005 setelah "Ass to Mouth #15." Walaupun sudah tidak setenar dahulu, A2M masih sering dijumpai di berbagai film porno.

Artis-artis film porno
Di antara bintang film porno terkenal, beberapa telah melakukannya dalam film, seperti Annabel Chong, Luci Thai, Jade Marcela, Flower Tucci, Olivia O'Lovely, Serenity, Brianna Banks, Devon, Tiffany Mynx, Jessica Darlin, dan Maria Ozawa.
FILM AMERIKA
Amerika Serikat merilis film yang jumlahnya sangat banyak. Pusat film Amerika Serikat berada di Hollywood, California. Untuk daftar film Amerika Serikat, Anda dapat melihat:

* Daftar film Amerika Serikat menurut abjad
* Daftar film Amerika Serikat menurut tahun
* Daftar film Amerika Serikat menurut kategori

FILM JEPANG
Film Jepang adalah film yang diproduksi untuk diputar di Jepang, dengan biaya produksi dari warga negara Jepang atau badan hukum yang didirikan di Jepang berdasarkan undang-undang Jepang. Dalam bahasa Jepang, istilah hōga (邦画 ?, film Jepang) dipakai untuk membedakan film Jepang dengan film Barat (洋画 ?, yōga).

Pemutaran film pertama kali dilakukan di Jepang dengan menggunakan Kinetoscope ciptaan Thomas Alva Edison pada bulan November 1896. Sejarah sinema Jepang berawal dari film pertama produksi orang Jepang pada tahun 1898. Film pertama produksi Jepang adalah dua judul film pendek, Bake Jizō (Setan Jizō) dan Shinin no Sosei (Mayat Bangkit). Kedua film pendek tersebut merupakan karya Shirō Asano dari Konishiroku (sekarang Konica Minolta)

Film Jepang dapat dikatakan "tidak mengenal" era film bisu.[1] Dalam setiap pemutaran film bisu, selalu ada benshi yang bertugas di dalam gedung bioskop sebagai narator. Sewaktu film diputar, benshi menceritakan jalannya cerita film dan ikut membawakan dialog secara langsung. Tradisi pemutaran film dengan mendatangkan benshi merupakan pengaruh dari teater tradisional ningyo johruri. Kelarisan sebuah film sering bergantung kepada benshi ternama yang ditampilkan sewaktu film diputar.

SejarahFILM JEPANG
Klub Shinkō di Kobe menjadi tempat pemutaran film yang pertama di Jepang pada bulan November 1896. Pemutaran film dilakukan dengan memakai Kinetoscope. Pemutarnya adalah seorang pedagang senjata bernama Takahashi Nobuharu. Pada bulan Februari 1897, Inahata Katsutarō memutar film dengan memakai cinématographe di Osaka. Pada bulan berikutnya (Maret 1897), di Tokyo diputar film dengan memakai Vitascope yang merupakan perbaikan dari Kinetoscope. Pemutaran film di Tokyo ternyata sangat populer dan banyak ditonton orang.

Setelah Bake Jizō dan Shinin no Sosei (1898), film Geisha no Teodori diputar di Kabuki-za, Tokyo pada tahun 1899. Film tersebut juga dibuat Shiro Asano dari Konishi Honten (nantinya disebut Konishi Shashin Kōgyō, dan sekarang Konica Minolta). Asano waktu itu memakai kamera film bermerek Gaumont. Film karya Asano dipertunjukkan ke muka umum oleh Perkumpulan Gambar Hidup Modern Jepang (Nippon Sossen Katsudō Shashinkai). Perkumpulan diketuai oleh Kōyō Komada yang nantinya menjadi produser film. Masih pada tahun 1899, Kōyō Komada melakukan syuting film berjudul Pistol Gōtō Shimizu Sadakichi (Perampok Berpistol Shimizu Sadakichi). Film tersebut diangkat dari kisah nyata Sadakichi Shimizu, si pelopor perampok berpistol di Jepang. Film Pistol Gōtō Shimizu Sadakichi merupakan film cerita pertama produksi Jepang yang memakai film sepanjang 70 kaki per rol. Dari film tersebut muncul aktor Jepang pertama, Unpei Yokoyama yang anggota paguyuban aktor Shinpageki.[2] Film Jepang tertua yang masih tersimpan baik hingga kini adalah film berjudul Momijigari karya sutradara Tsunekichi Shibata yang diproduksi tahun 1899.

Pada tahun 1903, Yoshizawa Shōten mendirikan toko barang-barang yang berkaitan dengan film. Toko tersebut merupakan toko barang-barang film yang pertama di Jepang. Pada tahun berikutnya terjadi Perang Rusia Jepang. Kamerawan Jepang untuk pertama kalinya terjun dalam perang untuk membuat film dokumenter di Cina. Film dokumenter tersebut sangat populer ketika diputar di Jepang.
Klub Shinkō di Kobe menjadi tempat pemutaran film yang pertama di Jepang pada bulan November 1896. Pemutaran film dilakukan dengan memakai Kinetoscope. Pemutarnya adalah seorang pedagang senjata bernama Takahashi Nobuharu. Pada bulan Februari 1897, Inahata Katsutarō memutar film dengan memakai cinématographe di Osaka. Pada bulan berikutnya (Maret 1897), di Tokyo diputar film dengan memakai Vitascope yang merupakan perbaikan dari Kinetoscope. Pemutaran film di Tokyo ternyata sangat populer dan banyak ditonton orang.

Setelah Bake Jizō dan Shinin no Sosei (1898), film Geisha no Teodori diputar di Kabuki-za, Tokyo pada tahun 1899. Film tersebut juga dibuat Shiro Asano dari Konishi Honten (nantinya disebut Konishi Shashin Kōgyō, dan sekarang Konica Minolta). Asano waktu itu memakai kamera film bermerek Gaumont. Film karya Asano dipertunjukkan ke muka umum oleh Perkumpulan Gambar Hidup Modern Jepang (Nippon Sossen Katsudō Shashinkai). Perkumpulan diketuai oleh Kōyō Komada yang nantinya menjadi produser film. Masih pada tahun 1899, Kōyō Komada melakukan syuting film berjudul Pistol Gōtō Shimizu Sadakichi (Perampok Berpistol Shimizu Sadakichi). Film tersebut diangkat dari kisah nyata Sadakichi Shimizu, si pelopor perampok berpistol di Jepang. Film Pistol Gōtō Shimizu Sadakichi merupakan film cerita pertama produksi Jepang yang memakai film sepanjang 70 kaki per rol. Dari film tersebut muncul aktor Jepang pertama, Unpei Yokoyama yang anggota paguyuban aktor Shinpageki.[2] Film Jepang tertua yang masih tersimpan baik hingga kini adalah film berjudul Momijigari karya sutradara Tsunekichi Shibata yang diproduksi tahun 1899.

Pada tahun 1903, Yoshizawa Shōten mendirikan toko barang-barang yang berkaitan dengan film. Toko tersebut merupakan toko barang-barang film yang pertama di Jepang. Pada tahun berikutnya terjadi Perang Rusia Jepang. Kamerawan Jepang untuk pertama kalinya terjun dalam perang untuk membuat film dokumenter di Cina. Film dokumenter tersebut sangat populer ketika diputar di Jepang.

Referensi
* Kōza nihon eiga (講座日本映画). Iwanami Shoten
o Imamura Shōhei (1985) Nihon eiga no tanjō (日本映画の誕生), . ISBN 9784000102513
o Imamura Shōhei (1986) Musei eiga no kansei (無声映画の完成). ISBN 9784000102520
o Imamura Shōhei, et al. (1986) Talkie no jidai (トーキーの時代), ISBN 9784000102537
o Imamura Shōhei, et al. (1986) Sensō to nihon eiga (戦争と日本映画). ISBN 9784000102544
o Imamura Shōhei, et al. (1987) Sengo eiga no tenkai (戦後映画の展開). ISBN 9784000102551
o Imamura Shōhei, et al. (1987) Nihon eiga no mosaku (日本映画の模索). ISBN 9784000102568
o Imamura Shōhei, et al. (1988) Nihon eiga no genzai (日本映画の現在). ISBN 9784000102575
o Imamura Shōhei, et al. (1988) Nihon eiga no tenbō (日本映画の展望). ISBN 9784000102582
* 『日本映画発達史』(田中純一郎、中央公論社、1975年、ISBN 9784122002852)
* Tanaka Junichirō (1975). Nihon eiga hattatsu shi (日本映画発達史). Chūōkōron-sha. ISBN 9784122002852
* Nihon eiga ni okeru gaikoku eiga no eikyō (日本映画における外国映画の影響) (1983). Waseda Daigaku Shuppan-bu. ASIN B000J7FJYG
* Peter B. Hay (1995). Ginmaku no teikoku (銀幕の帝国). Nagoya Daigaku Shuppan-kai. ISBN 9784815802639
* 『天皇と接吻 アメリカ占領下の日本映画検閲』(平野共余子、草思社、1998年、ISBN 9784794207760)
* Hirano Toyoko (1998). Tennō to seppun: amerika senryōka no nihon eiga kenetsu (天皇と接吻 アメリカ占領下の日本映画検閲). Sōshisha. ISBN 9784794207760.
* Yamaguchi Takeshi (山口猛). Maboroshi no kinema manei (幻のキネマ 満映). Heibonsha, 2006. ISBN 9784582765885.

* Kōza nihon eiga (講座日本映画). Iwanami Shoten
o Imamura Shōhei (1985) Nihon eiga no tanjō (日本映画の誕生), . ISBN 9784000102513
o Imamura Shōhei (1986) Musei eiga no kansei (無声映画の完成). ISBN 9784000102520
o Imamura Shōhei, et al. (1986) Talkie no jidai (トーキーの時代), ISBN 9784000102537
o Imamura Shōhei, et al. (1986) Sensō to nihon eiga (戦争と日本映画). ISBN 9784000102544
o Imamura Shōhei, et al. (1987) Sengo eiga no tenkai (戦後映画の展開). ISBN 9784000102551
o Imamura Shōhei, et al. (1987) Nihon eiga no mosaku (日本映画の模索). ISBN 9784000102568
o Imamura Shōhei, et al. (1988) Nihon eiga no genzai (日本映画の現在). ISBN 9784000102575
o Imamura Shōhei, et al. (1988) Nihon eiga no tenbō (日本映画の展望). ISBN 9784000102582
* 『日本映画発達史』(田中純一郎、中央公論社、1975年、ISBN 9784122002852)
* Tanaka Junichirō (1975). Nihon eiga hattatsu shi (日本映画発達史). Chūōkōron-sha. ISBN 9784122002852
* Nihon eiga ni okeru gaikoku eiga no eikyō (日本映画における外国映画の影響) (1983). Waseda Daigaku Shuppan-bu. ASIN B000J7FJYG
* Peter B. Hay (1995). Ginmaku no teikoku (銀幕の帝国). Nagoya Daigaku Shuppan-kai. ISBN 9784815802639
* 『天皇と接吻 アメリカ占領下の日本映画検閲』(平野共余子、草思社、1998年、ISBN 9784794207760)
* Hirano Toyoko (1998). Tennō to seppun: amerika senryōka no nihon eiga kenetsu (天皇と接吻 アメリカ占領下の日本映画検閲). Sōshisha. ISBN 9784794207760.
* Yamaguchi Takeshi (山口猛). Maboroshi no kinema manei (幻のキネマ 満映). Heibonsha, 2006. ISBN 9784582765885.

* Kōza nihon eiga (講座日本映画). Iwanami Shoten
o Imamura Shōhei (1985) Nihon eiga no tanjō (日本映画の誕生), . ISBN 9784000102513
o Imamura Shōhei (1986) Musei eiga no kansei (無声映画の完成). ISBN 9784000102520
o Imamura Shōhei, et al. (1986) Talkie no jidai (トーキーの時代), ISBN 9784000102537
o Imamura Shōhei, et al. (1986) Sensō to nihon eiga (戦争と日本映画). ISBN 9784000102544
o Imamura Shōhei, et al. (1987) Sengo eiga no tenkai (戦後映画の展開). ISBN 9784000102551
o Imamura Shōhei, et al. (1987) Nihon eiga no mosaku (日本映画の模索). ISBN 9784000102568
o Imamura Shōhei, et al. (1988) Nihon eiga no genzai (日本映画の現在). ISBN 9784000102575
o Imamura Shōhei, et al. (1988) Nihon eiga no tenbō (日本映画の展望). ISBN 9784000102582
* 『日本映画発達史』(田中純一郎、中央公論社、1975年、ISBN 9784122002852)
* Tanaka Junichirō (1975). Nihon eiga hattatsu shi (日本映画発達史). Chūōkōron-sha. ISBN 9784122002852
* Nihon eiga ni okeru gaikoku eiga no eikyō (日本映画における外国映画の影響) (1983). Waseda Daigaku Shuppan-bu. ASIN B000J7FJYG
* Peter B. Hay (1995). Ginmaku no teikoku (銀幕の帝国). Nagoya Daigaku Shuppan-kai. ISBN 9784815802639
* 『天皇と接吻 アメリカ占領下の日本映画検閲』(平野共余子、草思社、1998年、ISBN 9784794207760)
* Hirano Toyoko (1998). Tennō to seppun: amerika senryōka no nihon eiga kenetsu (天皇と接吻 アメリカ占領下の日本映画検閲). Sōshisha. ISBN 9784794207760.
* Yamaguchi Takeshi (山口猛). Maboroshi no kinema manei (幻のキネマ 満映). Heibonsha, 2006. ISBN 9784582765885.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar